Sabtu, 28 Juli 2018

Cerita Hamil Mil #9 : Drama Persalinan dengan BPJS, Enyahlah Negative Vibes~

Curhat dooooonk, Maaaaaaaaah!
Iyaaaaa, doooong~

Mulai dari mana ya cerita ini? Hehehe. Otakku capek banget sebenarnya mau nyeritain. Tapi, mayan juga diceritain dalam tulisan, biar ngurang-ngurangin beban. Baiklah, kucoba cerita ya tentang rencana persalinanku. Btw, saat ini kehamilanku hampir 38 minggu, wuhuu, udah semakin dekat insyaallah.

Sayangnya, mendekati persalinan ini, aku bukannya fokes ke hal-hal penting, malah dipusingkan dengan prosedur persalinan dengan BPJS, LOL. Eh, ini penting juga sih, ya, mengingat berkaitan dengan persiapan biaya nanti ^^.

Jadi gini. Saat week 35 dan 36 lalu, aku sibuk cari info tentang prosedur persalinan BPJS, karena terancam nggak bisa melahirkan di Queen Latifa. WOW, fantastic! Kemarin kan aku sempat cerita (scroll aja postingan di bawah) bahwa tadinya bisa melahirkan di RS UGM, tapi trus down grade ke Queen Latifa, kan? Nah, ini terancam lagi bakalan nggak bisa juga, wkwkwk.

Cerita bermula saat aku kontrol ke dr. Arum Sari di Queen Latifa. Aku mengutarakan niatanku untuk bersalin dengan BPJS, apakah bisa? Beliau jawab bisa, asal mengikuti prosedur, yaitu dengan rujukan dari faskes 1. Selanjutnya kubikin format tanya jawab aja yah, biar lebih jelas.

Kapan saya bisa minta rujukan faskes 1 dan             mengajukan ke RS ini?

Prosedurnya ya saat mulai kenceng-kenceng alias kontraksi, harus ke faskes 1 dulu. Kalau  faskes 1 nggak 24 jam, ya cari faskes yang 24 jam.

Apakah saya harus pindah faskes? Karena faskes saya dokter umum dan nggak 24 jam.

Tidak, faskes 24 jam mana pun, bisa merujuk.

Baique~

Kesimpulan yang dapat kuambil adalah aku harus ke faskes 1 dulu saat mulai kontraksi untuk dapat rujukan ke RS. Saat itu kumulai galau, gimana kalau kerasanya tengah malem? Oke, aku lanjut tanya ke faskes 1 ku yah.

Di faskes 1...

Di sini aku super duper pusing banget, hahaha. Aku dapat cerita dari teman yang faskes 1 nya sama denganku, yaitu dokter umum (bukan klinik, bukan puskesmas). Dia bisa melahirkan di RS dengan spontan karena dapat rujukan di week 38, ada riwayat perdarahan di kehamilan sebelumnya sampai transfusi darah.

Nah, bayanganku aku juga bisa dengan prosedur itu kan dengan riwayat pernah secar dan potensi hipertensi.

Kenyataannya...
Aku memang dapat surat rujukan ke RS, tapi untuk kontrol ke poli kandungan. Bisa sih untuk melahirkan, tapi harus ke poli dulu. Kalau poli RS sudah tutup, rujukan nggak bisa dipakai. Jadi, aku harus tetap ke bidan jejaring (karena faskes 1 ku itu nggak ada fasilitas bidan/melahirkan). Sebagai catatan, bidan jejaringnya super jauh dari rumah. Lebih deket banget ke RS tujuan malah. Dokter umum di faskesku cuma bisa bilang, semoga kerasanya nggak pas tengah malem. LOL. Melongo eyk dibuatnya.

Malah susternya bilang kalau normal ya emang nggak bisa klaim BPJS. Hmm? Bukannya bisa di faskes 1 atau bidan jejaring? Tapi, faskes 1 ku ini juga nggak nyuruh aku periksa ke bidan jejaring. Mereka sendiri ngakuin itu jauh banget.  Dokter umumnya juga nggak meriksa aku juga di TKP. Yang aku herankan kenapa bidan jejaringnya bisa di luar jangkauan gitu, ya?

Yang bikin aku gondok lagi adalah... pas ke sana, dia udah bisa ngerujuk ke Hermina dan Sakina Idaman yang notabene adalah RS tipe C. Kalok ada yang baca ceritaku sebelumnya yang harus ke tipe D itu, kesel deh. Katanya, pas kedatanganku sebelumnya itu sistemnya eror. Padahal, waktu itu mereka kekeuh banget bilang peraturan baru aja berubah yang mana nggak bisa rujuk ke Hermina atau Sakina lagi. Asembuh deh sus, suka-suka lu ajewww~

Balik lagi ke rencana melahirkan. Jadi gimana nih? Aku nggak disuruh lahiran di bidan, tapi juga prosedur ke RS nya kok kayaknya bikin cemas banget, ya? Kayak nggak pasti gituhhh.

Galau deh tuh aku dan pak baba~

Selanjutnya, berbekal info sana sini. Katanya kalau darurat, boleh di RS manapun pakai BPJS. Tapi, aku nggak mau ambil resiko karena cerita dari berbagai info beda2. Ada yang bukaan 4 diterima, ada yang bukaan 5 ditolak. Kebanyakan info melahirkan dengan BPJS tuh yang secar terencana. Bahkan ada juga cerita yang nggak ada masalah apapun, biar bisa BPJS, dokternya malah nyaranin secar aja dengan indikasi fiktif. Huhuhu. Kutakud kan ya kalok ngapusi. Kuingin bisa pake BPJS dengan prosedur yang berlaku.

Berarti, kami putuskan untuk survey ke RS, biar makin mantep, nggak cuma atas cerita orang.

1. JIH
Aku kontrol lagi ke dr.Mitta Prana yang selalu menenangkanque. Aku cerita kalau pengin pake bpjs bisa tidak? Doski menjawab, karena JIH RS tipe B emang agak sulit. Sebaiknya ke Hermina aja. Aku paham banget aturan ini.

Tapi, biar makin mantep, aku tetep tanya ke cs bagian kandungan tentang prosedur persalinan di JIH dengan BPJS. Mereka hanya menerima pasien rujukan dari RS tipe C, tipe di bawah mereka, bukan faskes 1. Atau misalnya pun gawat darurat itu yang memang sangat butuh operasi mendadak saat itu juga.

Yang dianggap darurat sama RS ini, apa?
Nggak ada patokan harus bukaan berapa, pokoknya yang bisa menentukan adalah pihak UGD. Bahkan pecah ketuban pun kalau masih bisa dibalikin ke faskes di bawahnya, ya dibalikin.

Bye bye JIH. Jelas aku kelewat nekat kalok mutusin ke sana dan tetep pengin BPJS. Karena, keadaan darurat seseorang nggak bisa diukur sendiri.

Lanjutttt...

2. Hermina
Rs ini menerima persalinan BPJS asal dengan rujukan faskes 1. Yang agak beda adalah info masa berlaku surat rujukan. Mba bidan CS kekeuh banget rujukan berlaku 3 bulan, dan kalok belum habis, nggak bisa minta lagi. Sedangkan yang selama ini kutahu dari faskes 1 dan RS Queen adalah 1 bulan. Beda lagi maaaaak, mulai senewen.

Walaupun aku ada riwayat secar, tetep harus pakai surat rujukan faskes 1. Enaknya di sini, surat rujukan nggak perlu dibuat pada saat mendesak mulai kontraksi. Jadi, seminggu dua minggu sebelum tetep bisa. Trus, surat rujukan tujuan ke poli juga nggak masalah. Nggak perlu harus ditujukan ke UGD. Nahlo, mana yang bener? Faskes 1 apa RS ini? Hehehe.

Lalu, apa yang termasuk gawat dan bisa diterima melalui UGD tanpa rujukan?
Hanya Allah dan pihak UGD yang bisa menentukannya, LOL. Sama sih, nggak bisa dipatok harus bukaan berapa.

Well, makin bingung kan tuh oe. Pasalnya surat rujukanku itu tujuannya Queen Latifa, kalaupun mau diganti ke Hermina, menurut mba bidan CS harus nunggu 3 bulan. Lah anak guwa masa harus lahiran setelah 1 tahun di kandungan? Naudzubillah.

Akhirnya kami putuskan untuk balik maning ke RS Queen. Kami tanyaaaaaa lagi ke CS. Huft. Kenyang oguttt.

3. Queen Latifa
Mba CS menjawab, harus pakai rujukan faskes 1 nanti kalau operasi, Bu. Berkali2 mba CS njelasin kalau operasi kalau operasi moloeee. Kalok spontan kepriwe, Mbaaa?

Dia jelasin kalau spontan ya langsung UGD, tergantung nanti masuk darurat apa nggak. Bisa jadi bukaan 2 udah darurat. Bukaan 5 belum darurat. Tergantung kondisi ibu, bayi, dan pemeriksaan. Menurut mba CS ini, yang kutangkep, riwayat secarku nggak digubris, hahahaha.

Yang mengezutkan, doi bilang bahwa kalok mau pakai BPJS yang bisa cuma dr. Herlina. Katanya, dr. Arum lagi perpanjangan izin BPJS. Hmm? Bisa ya RS BPJS tapi dokternya ada yang enggak? Kutak paham jugs.

Galauuu maninggg. Hahahaha.

Tarik napas, buang napasss...Namaste.

Waktu berlalu bersama kegalauan hati hingga aku masuk ke 37 weeks. Datanglah kami ke dr. Herlina. Oke, ini terakhir mastiin gimana Queen mau nerima eij atau mencampakkan eik? LOL.

Bersama dr. Herlina...

Periksa periksa, usg usg, bayi gendut sehat alhamdulillah. Usia 37 weeks ini beratnya 3054 gram. Lalu, dokterpun bertanya, mau dicoba normal nggak, Bu?

Baiknya budok ajaa, saya ikuddd~

Lalu dia bilang, oke ini ditunggu sampai HPL ya. Kalau tetep nggak keluar, operasi lagi ya? YA DOK SIP!

Nanti selama proses juga harus alami nggak boleh induksi. Kalau macet bukaannya. Tindakannya operasi lagi ya? SIAP DOK LAKSANAKAN!

Ini ibu nggak boleh melahirkan di bidan, di klinik, di puskesmas. Harus di RS, ya. Ini rujukannya udah ke sini, kan? Berarti nanti lahiran di sini, ya... SIAP DOK! TERIMA KASIH UNTUK TYDAQ MENCAMPAKKANQUE SEPERTI YANG LAIN! *nangis haru*

Kalau nanti lewat HPL, ibu langsung minta rujukan faskes 1 untuk operasi di sini. Kalau sebelumnya udah kontraksi alami, masuk UGD aja, tunjukkin buku KIA nya udah ada riwayatnya. Nggak usah pakai rujukan. SUMPAH DOKKK?

Bisa diterima dok? Sama dokter Herlina???

Iya bisa Bu, bisa-bisa.

HUFT LEGA KAYAK UDAH LAHIRAN LOL. Nggak deeenk. Wkwkwk.

Dan pada titik itu, akhirnya aku pasrah banget. Kalopun nanti BPJS tetep nggak bisa diklaim, yaudah kami siap bayar (berhubung selama ini dapet infonya beda orang beda info, jadi siap-siap aja kalok didepak).

Aku merasa udah usaha selama ini. Jadi, nanti biar Allah aja yang atur aku bisa BPJS atau tidak. Selama ini pikiran masih kurang tenang karena fasilitas RS lah, karena prosedurlah. Tapi, alhamdulillah saat 37 weeks kemarin, aku udah qonaah mau di Queen Latifa. Tiba2 rasa cemas berlebihan yang lalu-lalu lenyap. Mungkin karena support dari sahabat-sabahat terdekat yang membuatku bisa namaste, juga berusaha pasrah sama Allah. Cieelah Bund!

Oiya, btw, mungkin aku terlihat ngotot banget ya usahain bisa klaim BPJS ini? Hehe. Karena ada riwayat secar, aku harus jaga2 kalok nanti secar lagi kan mayan banget ya biayanya. Kayak dulu pas anak pertama, mana kepikir akhirnya secar, tapi harus secar. Di JIH pula, untung ambil kelas 3, jadi masih bisa diusahain bayar mandiri (belum zaman BPJS).

Bukannya nggak siap materi, tapi ya kalok bisa memanfaatkan fasilitas (sesuai prosedur alias nggak akal-akalan) kenapa nggak? Bisa dibaca juga di curhatanku sebelumnya.

Baique, akhirul kalam, mohon doanya apapun jalannya bisa dilancarkan dan disehatkan yaaa~

Love,
@diladol





1 komentar:

  1. Mau tanya bunda, akhirnya operasi cesar pakai BPJS habis berapa ya bun? makasi ya bun infonya tentang prosedur BPJS soalnya q jg lagi hamil & rencana cesar pake BPJS

    BalasHapus