Jumat, 23 Maret 2018

Cerita Hamil Mil #5: Yoga Pertama di Usia Kandungan 18 Minggu

Telat seminggu nih ceritanya. Minggu lalu, 23 Maret 2018, aku ikut yoga lagi di kantor. Jadi, di kantor eik emang ada kelas senam gitu tiap Jumat pagi, gantian antara aerobic, yoga, dan kadang line dance. Biasanya aku cuma ikut yang yoga. Kalok ikut aerobic, rasanya menggeh-menggeh mau metong nggak kuat. Kalok ikut line dance, ya Allah sungguh pusing pala berbi ngikuti gerakan kaki instrukturnya yang kayak kebelit-belit, LOL.

Well, setelah ribuan abad nggak ikut yoga, akhirnya ikut lagi, kan. Bukan yoga keseus ibu hamil sih, tapi kalau ada bumil ikut biasanya Mba Ratna (instruktur serbabisa) akan menyesuaikan. Gerakan untuk aku dan peserta lain dibedain.

Yoga dimulai dengan latihan pernapasan. Biasalah ya ambil napas, buang napas, masih dalam keadaan berdiri. Trus pelenturan-pelenturan. Bagian ini sesuai petunjuk Mba Ratna nggak boleh ikut maksimal ya, terutama bagian-bagian setengah badan ke bawah. Misalnya, gerakan yang kuda-kuda kaki kanan turun, kaki kiri lurus ke samping. Duh, susah njelasinnya, wkwkw.

Saat gerakan-gerakan yang mulai berat (bagi ibu hamil), Mba Ratna langsung ngasih instruksi keseus. Misalnya pas pose A, kepala turun ke bawah sambil tangan menyentuh lantai dan diregangkan. Saat gerakan-gerakan begitu, aku dikasih gerakan keseus, yaitu...

Silakan dekati tembok, lalu tangan menempel di tembok, badan agak dijauhkan sedikit dari tembok. Mba Ratna menambahkan, gerakannya nahan pipis, ya. Heu? Iya, nahan pipis, trus lepas, nahan pipis trus lepas 2x8. Ini semacam kegel gitu kayaknya sih, tapi versi yang lebih light, LOL.

Sementara yang lain mulai diengek-engek (pose-pose bundet) sama Mba Ratna, aku masih dengan ego nemplok di tembok pojokan. Lama-lama geli ugak coi, "Mba Ratna, ni lama-lama aku kayak orang ego deh." Mba Ratna ngakak sambil bilang, "Demi babynya ya saay, sabar duluuu."

Selain itu, ada gerakan yang tahan setengah jongkok itu loh, yang biasanya bikin paha rasanya kayak mau lepas. Posisinya dari berdiri, trus turun pelan-pelan, tapi nggak boleh sampai jongkok, tahan deh tuh ampe kemranyas. Nah, bagian yang biasanya kusumpahin ini malah jadi favorit. Mba Ratna nyuruh aku cuma ngikutin naik turun tanpa ditahan, pelan-pelan aja. Trus dia bilang tuh, "Yang lainnya tahan ya saay, sampai Mba Dila 2x8." Wakakaa, rasanya pengin kulama-lamain deh tuh. Habis ini, kayaknya temen-temen pada males kalok yoga ada oe-nya, LOL.

Setelah gerakan-gerakan pelenturan dengan posisi berdiri, kami mulai turun ke posisi duduk. Di sini pun, Mba Ratna membatasi. Contohnya gerakan yang kaki ditekuk satu ke belakang, satu lagi selonjor ke depan. Kakiku cukup selonjor dua-duanya aja, sambil atur napas dan istirahat. Meski terlihat terbatas dan ringan banget, nyatanya eke kemringet ugak loh. Mantep!

Lanjutt ke bagian terfavorit yaitu pose relaksasi tiduuur. Aku sih langsung suruh mapan tiduran di matras, sementara temen-temen disiksa lagi dengan angkat turun kaki pelan-pelan yang mana mengakibatkan kesakitan yang memuncak di bagian perut dan paha, LOL. Maap ya gais, eke duluaaaan merem, hihihi.

Relaksasi tiduran ini paling enakk. Kami tiduran santai dengan musik yang menenangkan. Miring kanan, miring kiri, gitu-gitulahhh~

Overall, aku suka bangetttt yoga pertamaku saat hamil ini. Apalagi semua gerakan diperingan. Biasanya kan ikutan diengek-engek Mba Ratna. "Saaaay, yuhuuu, apa kabaaar? Masiii kuaaaat?" Sapa sumringah Mba Ratna kali ini bisa kutanggapi dengan bahagia, sementara itu temen-temenku dah gembrobyos dengan muka-muka masam. :))))

Love,
@diladol




Sabtu, 10 Maret 2018

Cerita Hamil Mil #4: Periksa Kehamilan di RSA UGM dengan dr. Esti Utami, SpOg

Sebenarnya mau cerita ini agak pelit sih, nanti kalok pada tahu trus kepengin juga, antrean eike jadi banyak, donk? LOL. Namun, kembali lagi pada prinsip #bundasoleha2018 yang gemar berbagi dan pembaca blog ini yang nggak seberapa, LOL, jadi yaweslah. Here we go!

Sebelum periksa di RSA UGM ini aku sudah mencoba beberapa tempat, yaitu RS JIH dan RSIA Adinda. Kalok dari kehamilan pertama dan sebelum hamil kedua juga dihitung, berarti tambah: RS Sakina Idaman dan RS Hermina. Nah, aku pengin nyobain RSA UGM karena jaraknya yang benar-benar satu kali salto dari rumah. Dan, meski doi RS tipe B, RSA UGM ini menerima rujukan langsung dari faskes pertama. Gosip-gosip yang terdengar kalok ada riwayat SC, yey bisa dirujuk melahirkan di RS. Jadi, mulai sekarang cari RS yang lengkap, cucmey, dan ramah BPJS.

Selain karena dekat, RSA UGM juga punya fasilitas NICU (ICU untuk bayi). Nggak berdoa sampai pakai yah. Namun, karena dulu anak pertamaku sempat masuk NICU JIH, aku makin yakin harus milih tempat lahiran berupa RS yang selengkap-lengkapnya. Kalok bisa yang BPJS, kalok nggak bisa ya tetep siap duwik maning duwik maning, :D.

Okeh. Kali pertama periksa di RSA UGM, kita harus daftar dulu. Kalok yey belum terdaftar sebagai pasien, yey tida bisa ambil nomor antrean via telepon. Dan, daftarnya harus dateng langsung banget. Huft, siap melawan mager dan antre yes. Meskipun ambil jalur umum (non-BPJS) antrean pendaftaran di RSA UGM ini cukup kiamat. Buat daftar doank, aku datang pagi dan dapat nomor 19. Padahal setelah daftar, nomor antre polinya nomor 2.

Dokter kandungan di sindang ada 2, yaitu dr Esti Utami, SpOg dan dr Widya Astuti, SpOg. Jadwal praktik mereka sama, Senin-Sabtu pukul 09.00-12.00 WIB. Aku memilih dokter Esti karena belakangnya ada embel-embel (k) alias konsultan subspesialis. Btw tambahan gosip nggak penting, dokter ini basodara, kakak-adik, dan dua-duanya adalah kakak ipar dari travel blogger tersohor Simbok Olenka. Hehehe.

Key, lanjut, yak! Seperti biasa akika nerves kalok mau ketemu dokter yang belum pernah ditemui. Nanti kalok galak gimana? Kalok cuek gimana?

Akhirnya setelah nunggu nggak berapa lama, masuk juga ke ruang praktik. Ruang praktiknya cukup luas dibanding dengan RSIA Adinda dan RS JIH. Ruangan untuk USG berjarak banget dari meja dokter dan ada penutupnya, tapi tenang suami-suami bole masuk, hehe.

Dokter Esti Utami, SpOg ini cantik dan terlihat masih muda. Doi juga sopan dan ramah, sering menjawab dengan aksen Bahasa Jawa alus, jadi sayang, deh. LOL. Pertanyaan-pertanyaan juga dijawabnya dengan enak, nggak buru-buru. Fyi, antrean poli ini emang lengang sih, hahaha, i love RSA UGM. Doi menjelaskan perkembangan janin, ukuran janin, dan nasihat lainnya.


Usia janin pada 1 Maret 2018 adalah 16 minggu 3 hari (kami sepakat lanjut pakai usia USG karena mens yang nggak teratur). HPL akika ditentukan 15 Agustus 2018. Dari tiga USG sebelumnya juga sama terus HPLnya. Berat janinnya 149 gram dan itu sae-sae aja say~. Dokter bilang bagus. Untuk urusan berat janin, aku emang cukup was-was. Intinya aku nggak mau BBLR (berat badan lahir rendah) pada anak pertamaku terjadi lagi. Jadi, aku selalu langsung cerita ke dokter yang kutemui untuk konsen pada hal itu. Dari ketiga dokter yang kutemui langsung menyarankan aspilet untuk pelancar darah agar asupan makanan lancar ke janin. Dokter Esti juga menyarankan lanjut aspilet dan ditambah penambah darah. Katanya tensi yang potensi tinggi memang sangat berpengaruh pada berat janin. Siap!

Lalu, tentang kontrol dengan BPJS, dr. Esti dengan ramah menjawab bisa, karena aku ditakutkan potensi tensi tinggi (jangan sampai pre-eklamsia). Dokter memintaku untuk tes urin lengkap dan darah, dan menyarankan untuk melakukannya di Puskesmas saja. Kabar dari bidan-bidan RSA UGM, di Puskesmas malah nanti diperiksa juga menyeluruh dari tes lab, gigi, dan gizi GRATIS, malah nanti bisa sekalian dirujuk ke RSA UGM untuk kontrol selanjutnya. Jadi, silakan menggunakan kesempatan itu. Paling enggak wajib 1x periksa di Puskesmas untuk pendataan pemerintah. Kader posyandu di kampungku pun berpesan demikian. Tentang Puskesmas ini akan kuceritain di post selanjutnga, yah!

Well, acara konsultasinya selesai, kami lanjut antre obat dan bayar. Hmm, ini adalah bagian favoritku karena total bayarnya murceee seusssss! Ughlala. Biaya dokter, cetak hasil USG, dan vitamin-vitamin cukup 211ribu saja! Emjiii~


Sepertinya, kami cukup mantap untuk lanjut periksa di RSA UGM karena merasa cucmey dengan dokter, jarak, dan biayanya. Meskipun, lagi-lagi masalah layar USG yang bures membuatku tiada paham, LOL. Jadi, yakin aja sama dokternya.

Love,
@diladol